KHOTBAH MINGGU
28 Januari - 3 Februari 2024
TEMA : “Waspadalah Terhadap Persepakatan Gelap”
PA : 2 Samuel 15 : 1 - 12
Saudara-saudara yang terkasih dalam Yesus
Bangsa Indonesia akan melaksanakan Pesta Demokrasi dengan agenda pemilihan serentak tepatnya tanggal 14 Februari 2024 untuk memilih DPRD Kabupaten/Kota/Propinsi, DPD RI, DPD RI, Presiden dan Wakil Presiden. Semua komponen bangsa ini dikerahkan demi terciptanya pemilu yang semakin berkualitas dalam menentukan figur pemimpin di lima tahun ke depan. Gereja yang adalah bagian integral dari Negara Indonesia tentu terpanggil terlibat langsung mendukung dan mensukseskan agenda nasional ini. Peran dan panggilan kenabiannya amat penting baik bagi warga wajib pilih, bagi penyelenggara pemilu maupun bagi para kontestan yang terlibat. Mereka harus dipersiapkan lewat pengajaran, pembinaan dan penggembalaan yakni sarana pembentukan sikap etis sebagai landasan berpijak dalam politik dan penyelenggaraan demokrasi. Di sinilah peran gereja amat diharapkan dan di dalamnya warga Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), panggilan yang ikut menentukan masa depan bangsa ini ke depan.
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus
Bacaan minggu ini; 2 Samuel 15 : 1 – 12, adalah kisah Absalom yang ingin menjadi suksesor sang ayah yakni Raja Daud. Nama Absalom mengandung makna “ayah damai”. Namun makna damai yang disematkan pada dirinya menjadi kontras. Pada pasal sebelumnya (2 Samuel 13) mendukung pernyataan ini. Skandal cinta antara Amnon dan Tamar yang seharusnya bisa diselesaikan dengan jalan damai, malah berakhir pada pembunuhan tragis hilangnya nyawa Amnon sang saudara, karena amarah dan dendam yang tidak bisa dikendalikan. Di sini nyata bahwa Absalom adalah pribadi yang suka menyimpan dendam. Hanya karena kasih sang ayah-lah Absalom bisa bergabung lagi dengan keluarga istana setelah pelariannya ke Gesur-Aram.
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus
Perbuatan noda yang dilakukan sebelumnya tidak membuat Absalom jera dan berubah. Sekembalinya ia ke istana di Yerusalem timbullah rencana jahat dengan mengadakan persepakatan gelap. Bermodalkan anak raja, Absalom berniat merebut dan menduduki jabatan raja Daud ayahnya. Ia tidak mau menunggu waktu yang tepat dengan cara yang benar menduduki tahta kerajaan Israel melanjutkan kepemimpinan Daud. Sebaliknya Absalom secara rahasia membangun kekuatan dengan merekrut orang-orang yang siap bekerja sama dalam menggulingkan pemerintahan Israel yang sah. Politik praktis mulai diterapkan; “Pencitraan diri”, menebar pesona akrab bagi mereka yang datang ke istana. Sikap welcome ini adalah modus untuk menarik simpaty dan dukungan orang banyak sambil menjelekan dan menggiring opini bahwa pihak kerajaan dipandang tidak benar lagi dalam menangani perkara rakyat, dan memposisikan dirinya mampu lebih baik dari raja dalam menangani perkara.(ay.2-4). Bantuan yang ditawarkannya berimbas agar dirinya diangkat jadi seorang hakim. Absalom menunjukkan keramahannya kepada orang yang berjumpa dengannya sambil merangkul dan mencium mereka, ini juga adalah modus mencuri hati orang-orang Israel (ay.5-6).
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus
Sebagai bagian dari keluarga Istana Absalom diharapkan pro-aktif dan mendukung roda pemerintahannya ayahnya, tapi kini ia benar-benar dan terang-terangan menempatkan diri sebagai pihak oposisi dan siap mengambil posisi raja. Permohonan izin untuk membayar nazar dan melaksanakan ibadah bukanlah niat tulus. Sebab ibadah Absalom jauh dari niat membangun iman dihadapan Tuhan Allah Israel, ibadah Absalom tidak disertai dengan perbuatan seorang anak raja yang setia seperti ayahnya Daud. Nazar dan ibadah yang seharus steril dari niat jahat, tetapi digunakan olehnya sebagai “kampanye terselubung” untuk menggapai maksud. Persepakatan gelap itu kini semakin masif. (ay 7-9). Jika agama sudah dilibatkan sebagai ”alat” mencapai tujuan maka kebohongan pun tidak bisa dihindari. Dalam bacaan ini Daud tidak merasa curiga terhadap putranya dan justru keadaan ini digunakan oleh Absalom. Absalom kini sudah bulat niatnya untuk merebut jabatan ayahnya, merekrut dua ratus orang untuk diutus sebagai utusan rahasia dengan menciptakan skenario kebohongan di tengah masyarakat supaya bersatu dalam kesepakatan gelap. Bila mendengar bunyi sangkakala, mereka harus berseru Absalom sudah menjadi raja di Hebron, walaupun saat itu Israel masih dipimpin Daud ayahnya sebagai raja yang sah. Cukup disayangkan dalam melancarkan aksinya Absalom didukung oleh Ahitofel yang adalah penasehat raja Daud. Seorang penasehat raja sepatutnya dapat diandalkan karena paham seluk beluk pemerintahan dan bisa membaca ancaman yang membahayakan masyarakat, tetapi ia bergabung dengan Absalom dan memperkuat persepakatan gelap tersebut (ay.10-12).
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus
Politik berperan penting dalam pesta demokrasi. Dalam pemaknaan bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara demi kebaikan bersama, suatu cara yang memiliki seni bagaimana memimpin untuk mencapai tujuan tertentu di dasarkan kemauan bersama untuk membangun dan memelihara kehidupan. Dalam perspektif seperti ini maka tidak ada yang mencela bahwa politik itu kotor. Bacaan Alkitab saat ini dengan tegas mengungkapkan salah satu godaan dan “sisi gelap” dari mereka yang masuk ke panggung politik. Niat untuk menjadi pemimpin, ingin berkuasa dan memiiki jabatan (seperti Absalom) tentu adalah niat luhur, namun proses dan cara memperoleh jabatan dan kekuasaan itulah yang perlu diwaspadai. Kecenderungan menghalalkan segala cara jadi halal bukanlah tipe politik dan demokrasi yang dikehendaki oleh siapapun. Di sinilah peran gereja memberi edukasi politik yang benar
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus
Gereja terpanggil ikut berperan mengawal penyelenggaraan pemilu yang akan berlangsung pada tanggal 14 Februari tahun ini. Mematuhi semua penyelenggaran sesuai dengan konstitusi dan undang-undang yang mengaturnya. Inilah juga yang harus dijaga demi meminimalisir segala persepakatan gelap. Sebab jika persepakatan gelap yang menang, maka akan melahirkan “pemerintahan yang gelap” pula. Tirani kekuasaan bukan hanya menciderai demokrasi tapi sudah merusak martabat manusia sebagai makhluk mulia. tentu tidak yang menginginkan model pemerintahan seperti ini. Sebagai warga GMIM kita diharapkan memiliki kepribadian yang dewasa dan kuat yakni sikap etis yang tidak boleh berkompromi apalagi terlibat dalam persepakatan gelap.
Mari belajar pada Teokrasi atau Kristokrasi, model pemerintahan yang dicetuskan oleh Calvin sang reformator yang secara sederhana diartikan sebagai proses demokrasi yang berpusat pada upaya mengutamakan kehendak dan bimbingan Tuhan Allah dalam Yesus Kristus. Inilal bentuk refleksi iman bersama dalam menjaga politik dan proses demokrasi agar tetap bersih dan mulia. Dimulai dengan Menjaga hati dalam hidup takut akan Tuhan tentu merupakan kunci utama hingga tanggal 14 Februari 2024 pesta demokrasi sukses menjadi pesta kemenangan iman bersama.
Tuhan Yesus memberkati kita. Amin!
Post a Comment